Mataram NTB - Disinyalir telah terjadinya tindak pidana korupsi pengelolaan dan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di NTB dan anggaranpun tidak pada peruntukannya yang terjadi pada beberapa Dinas/Instansi di Kab/Kota di Nusa Tenggara Barat, BMI NTB, Berkomitmen Kawal Pengelolaan dan Penggunaan Dana DBHCHT di
Provinsi NTB.
Bentuk kegiatan penggunaan DBHCHT dalam penegakan hukum yaitu melakukan sosialisasi dan operasi pasar pemberantasan peredaran rokok/tembakau illegal oleh tim Satgas GEMPUR Prov. NTB.
Besaran anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diberikan oleh Pemerintah Pusat selalu diperbaharui mengikuti kontribusi produksi hasil tembakau dan hasil cukai tahun sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 3/PMK.07/2023 tentang rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Provinsi/Kabupaten/Kota tahun anggaran 2023.
Saidin Aljifari selaku koordinator Bajang Mataram Institut Nusa Tenggara Barat (BMI NTB) menjelaskan, bahwa Ada beberapa kriteria barang-barang tertentu dapat dikenakan cukai, yaitu : Konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Hal ini seperti yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Dan hasil tembakau merupakan barang yang dikenai cukai bertarif paling tinggi. Tarif cukai dapat diubah dari persentase harga dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai atau sebaliknya atau penggabungan dari keduanya. Sebagaimana definisi dan kriteria barang kena cukai, tarif cukai juga diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
“Berdasarkan peraturan tersebut, Provinsi NTB mendapatkan gelontoran dana DBHTHC dari Pemerintah Pusat sebesar Rp. 473.601.509.000. Dan Sebanyak Rp. 126.293.736.000 diberikan kepada Pemprov NTB. Kemudian Rp. 17.574.481.000 untuk Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu Rp. 18.886.221.000 dan Kabupaten Lombok Barat sebesar Rp. 19.518.820.000. Selanjutnya, Kabupaten Lombok Timur sebesar Rp78.304.028.000, Kabupaten Lombok Tengah Rp. 71.149.670.000, dan Kota Mataram Rp. 70.858.497.000. Sedangkan alokasi DBHCHT untuk Kabupaten Sumbawa sebanyak Rp. 18.327.050.000, Kota Bima Rp. 17.542.575.000, Kabupaten Sumbawa Barat Rp. 17.555.175.000 dan Kabupaten Lombok Utara Rp. 17.591.256.000, " terang Saidin.
Lanjut Saidin, Sedangkan Untuk pengiriman dana DBHCHT tersebut dilakukan melalui Transfer langsung dari Kementerian Keuangan dan dilakukan per tiga bulan sekali. Sedangkan ketentuan mengenai penggunaan, pemantauan dan evaluasi DBHCHT mengacu pada PMK Nomor 215/PMK.07/2021. Di mana prioritas penggunaan DBHCHT di NTB untuk kesejahteraan masyarakat sebesar 50 persen, bidang kesehatan 40 persen dan penegakan hukum sebesar 10 persen.
“Dari besarnya jumlah DBHCHT yang diterima oleh masing-masing Kab/Kota tersebut, kami menduga telah terjadi tindak korupsi pengelolaan dan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tidak pada peruntukannya yang terjadi pada beberapa Dinas/Instansi di Kab/Kota bahkan juga dana DBHCHT ada yang masuk dalam Pokir Dewan”. Kata saidin.
Oleh karena itu Bajang Mataram Institut Nusa Tenggara Barat (BMJ NTB) menyatakan berkomitmen akan terus mengawal pengelolaan dan penggunaan DBHTHC yang diterima oleh Prov. NTB maupun Pemerintah Kab/Kota agar digunakan sesuai dengan peruntukannya terutama untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan para petani tembakau pada khususnya.
Baca juga:
Memahami Saham dan Cara Membeli Untuk Pemula
|
“Jangan sampai anggaran yang cukup besar tersebut tidak jelas pemanfaatan dan penggunaannya dan hanya dinikmati oleh onum-oknum tertentu saja. Seharusnya anggaran DBHCHT merupakan anggaran yang diberikan pusat dari hasil cukai tembakau yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat di masing-masing Kabupaten/Kota terutama para petani tembakaunya dan bukan untuk memperkaya para pejabat Daerah maupun para anggota Dewan”. Tegas Saidin. ( Adb)